Definisi Hukum Waris
Hukum waris dalam ilmu hukum merujuk pada ketentuan yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pengaturan mengenai
hukum waris tersebut dapat dijumpai dalam pasal 830 sampai dengan pasal 1130 KUH
Perdata. Meski demikian, pengertian mengenai hukum waris itu sendiri tidak
dapat dijumpai pada bunyi pasal-pasal yang mengaturnya dalam KUH Perdata
tersebut. Untuk mengetahui pengertian mengenai hukum waris selanjutnya kita
akan coba menilik beberapa pengertian mengenai hukum waris yang diberikan oleh
para ahli, sebagai berikut:
Hukum waris menurut Vollmar
merupakan perpindahan harta kekayaan secara utuh, yang berarti peralihan
seluruh hak dan kewajiban orang yang memberikan warisan atau yang mewariskan
kepada orang yang menerima warisan atau ahli waris.
Hukum waris menurut Pitlo
adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena
meninggalnya seseorang.
Secara umum dapat dikatakan
bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai kedudukan harta dan
kekayaan seseorang setelah meninggal dunia dan mengatur mengenai cara-cara
berpindahnya harta kekayaan tersebut kepada orang lain.
Selain beberapa pengertian
tersebut di atas, pengertian mengenai hukum waris juga dapat dilihat dalam Instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1991, dalam pasal 171 disebutkan bahwa :
Hukum Waris adalah hukum yang
mengatur tentang pemindahan hak pemilikan atas harta peninggalan pewaris
kemudian menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan menentukan
berapa bagian masing-masing.
·
syarat terjadinya pewarisan:
- Harus ada pewaris.
- Harus ada ahli waris.
- Harus ada harta yang di wariskan.
Ada Tiga Sifat Hukum Waris yaitu:
- Sistem pribadi, yang berhak menjadi ahli waris yaitu perseorangan, bukan kelompok ahli waris.
- Sistem bilateral, memperoleh waris baik dari pihak bapak ataupun dari pihak ibu.
- Sistem perderajatan, ahli waris yang derajatnya lebih dekat dengan pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya.
- Harus ada harta yang di wariskan.
Ada Tiga Sifat Hukum Waris yaitu:
- Sistem pribadi, yang berhak menjadi ahli waris yaitu perseorangan, bukan kelompok ahli waris.
- Sistem bilateral, memperoleh waris baik dari pihak bapak ataupun dari pihak ibu.
- Sistem perderajatan, ahli waris yang derajatnya lebih dekat dengan pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya.
Golongan Ahli Waris:
- Golongan 1, Anak dan keturunanya, suami/ istri. Anak dari luar kawin yang sah juga termasuk.
- Golongan 2, Saudara serta keturunanya, bapak/ibu dari pewaris.
- Golongan 3, Kakek atau nenek dalam garis keatas.
- Golongan 4, Paman dan bibi serta keturunanya hingga derajat ke-6, saudara dari kakek & nenek.
- Golongan 1, Anak dan keturunanya, suami/ istri. Anak dari luar kawin yang sah juga termasuk.
- Golongan 2, Saudara serta keturunanya, bapak/ibu dari pewaris.
- Golongan 3, Kakek atau nenek dalam garis keatas.
- Golongan 4, Paman dan bibi serta keturunanya hingga derajat ke-6, saudara dari kakek & nenek.
MACAM-MACAM
HUKUM WARIS DI INDONESIA
1.Hukum
Waris Adat
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama, dan adat-istiadat yang berbeda satu dengan lainnya. Hal itu mempengaruhi hukum yang berlaku di tiap golongan masyarakat yang dikenal dengan sebutan hukum adat.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama, dan adat-istiadat yang berbeda satu dengan lainnya. Hal itu mempengaruhi hukum yang berlaku di tiap golongan masyarakat yang dikenal dengan sebutan hukum adat.
Menurut Ter Haar,
seorang pakar hukum dalam bukunya yang berjudul Beginselen en Stelsel van het
Adatrecht (1950), hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur
penerusan dan peralihan dari abad ke abad baik harta kekayaan yang berwujud dan
tidak berwujud dari generasi pada generasi berikut.
Hukum adat itu sendiri
bentuknya tak tertulis, hanya berupa norma dan adat-istiadat yang harus
dipatuhi masyarakat tertentu dalam suatu daerah dan hanya berlaku di daerah
tersebut dengan sanksi-sanksi tertentu bagi yang melanggarnya.
Oleh karena itu, hukum
waris adat banyak dipengaruhi oleh struktur kemasyarakatan atau kekerabatan. Di
Indonesia hukum waris mengenal beberapa macam sistem pewarisan.
·
Sistem keturunan: sistem ini dibedakan menjadi tiga macam yaitu sistem
patrilineal yaitu berdasarkan garis keturunan bapak, sistem matrilineal
berdasarkan garis keturunan ibu, dan sistem bilateral yaitu sistem berdasarkan
garis keturunan kedua orang tua.
·
Sistem Individual: berdasarkan sistem ini, setiap ahli waris mendapatkan
atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Pada umumnya
sistem ini diterapkan pada masyarakat yang menganut sistem kemasyarakatan bilateral
seperti Jawa dan Batak.
·
Sistem Kolektif: ahli waris menerima harta warisan sebagai satu kesatuan
yang tidak terbagi-bagi penguasaan ataupun kepemilikannya dan tiap ahli waris
hanya mempunyai hak untuk menggunakan atau mendapat hasil dari harta tersebut.
Contohnya adalah barang pusaka di suatu masyarakat tertentu.
·
Sistem Mayorat: dalam sistem mayorat, harta warisan dialihkan sebagai satu
kesatuan yang tidak terbagi dengan hak penguasaan yang dilimpahkan kepada anak
tertentu. Misalnya kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin keluarga
menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga, seperti di
masyarakat Bali dan Lampung harta warisan dilimpahkan kepada anak tertua dan di
Sumatra Selatan kepada anak perempuan tertua.
2.
Hukum Waris Islam
Hukum
waris Islam berlaku bagi masyarakat Indonesia yang beragama Islam dan diatur
dalam Pasal 171-214 Kompilasi Hukum Indonesia, yaitu materi hukum Islam yang
ditulis dalam 229 pasal. Dalam hukum waris Islam menganut prinsip kewarisan individual
bilateral, bukan kolektif maupun mayorat. Dengan demikian pewaris bisa berasal
dari pihak bapak atau ibu.
Menurut
hukum waris Islam ada tiga syarat agar pewarisan dinyatakan ada sehingga dapat
memberi hak kepada seseorang atau ahli waris untuk menerima warisan:
·
Orang yang mewariskan (pewaris) telah meninggal dunia dan dapat di buktikan
secara hukum ia telah meninggal. Sehingga jika ada pembagian atau pemberian
harta pada keluarga pada masa pewaris masih hidup, itu tidak termasuk dalam
kategori waris tetapi disebut hibah.
·
Orang yang mewarisi (ahli waris) masih hidup pada saat orang yang
mewariskan meninggal dunia.
·
Orang yang mewariskan dan mewarisi memiliki hubungan keturunan atau
kekerabatan, baik pertalian garis lurus ke atas seperti ayah atau kakek dan
pertalian lurus ke bawah seperti anak, cucu, dan paman.
3.
Hukum Waris Perdata
Hukum
waris perdata atau yang sering disebut hukum waris barat berlaku untuk
masyarakat nonmuslim, termasuk warga negara Indonesia keturunan, baik Tionghoa
maupun Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHP).
Hukum
waris perdata menganut sistem individual di mana setiap ahli waris mendapatkan
atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Dalam hukum waris
perdata ada dua cara untuk mewariskan:
·
Mewariskan berdasarkan undang-undang atau mewariskan tanpa surat wasiat
yang disebut sebagai Ab-instentato, sedangkan ahli warisnya disebut Ab-instaat.
Ada 4 golongan ahli waris berdasarkan undang-undang: Golongan I terdiri dari
suami istri dan anak-anak beserta keturunannya; Golongan II terdiri dari orang
tua dan saudara-saudara beserta keturunannya; Golongan III terdiri dari kakek,
nenek serta seterusnya ke atas; dan Golongan IV terdiri dari keluarga dalam
garis menyamping yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan
III beserta keturunannya.
·
Mewariskan berdasarkan surat wasiat yaitu berupa pernyataan seseorang
tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia yang oleh si
pembuatnya dapat diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 992. Cara pembatalannya harus
dengan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris.
Syarat
pembuatan surat wasiat ini berlaku bagi mereka yang sudah berusia 18 tahun atau
lebih dan sudah menikah meski belum berusia 18 tahun. Yang termasuk golongan
ahli waris berdasarkan surat wasiat adalah semua orang yang ditunjuk oleh
pewaris melalui surat wasiat untuk menjadi ahli warisnya.
DASAR
HUKUM
1. Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (“BW”);
2. Surat
Mahkamah Agung No. MA/kumdil/171/V/K/1991(“Surat MA Tahun 1991”)
3. Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 (“UU No.3/2006”) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU No.7/1989”)
4. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (“UU No.1/1974”)
CONTOH
KASUS
Meski tidak menuntut secara pidana, Jaksa penuntut umum (JPU)
tetap menuntut Oyoh bersalah. Nenek 93 tahun itu dinilai bersalah melakukan
pemalsuan surat dan tanah di Jalan Dr Djundjunan (Pasteur) Bandung. Adapun
anaknya Amin Mustofa dituntut kurungan 18 bulan penjara.
Hal itu terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa (12/1/). Sidang yang dipimpin Hakim Jonlar Purba tersebut hanya menghadirkan satu terdakwa yakni Amin.
Sedangkan Oyoh tidak hadir sejak sidang dakwaan dahulu, karena memang sudah kerap sakit-sakitan dan tidak bisa jalan sempurna.
"Memohon majelis hakim untuk menyatakan Oyoh dan Amin telah terbukti menggunakan surat palsu atau dipalsukan seolah asli, dilakukan bersama-sama sesuai dengan pasal 263 ayat 2 KUHP," katanya JPU Mumuh, Selasa (12/1).
JPU mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan sebelum menuntut terdakwa. Yang memberatkan perbuatan terdakwa telah merugikan orang lain, adapun yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum.
Untuk diketahui, kasus ini sempat mencuat kepermukaan karena nenek renta dan uzur disidangkan pada Agustus lalu. Oyoh warga Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi itu didakwa telah memalsukan surat-surat tanah warisan di Jalan Pasteur seluas 1840 meter persegi.
Dalam perkara sengketa lahan masa silam ini, tidak hanya Hj Oyoh yang menjadi terdakwa, anaknya yaitu Amin Mustofa turut diadili karena turut membantu terdakwa satu memalsukan data hak milik. Terdakwa dan anaknya disebut memalsukan data saat mengajukan gugatan ke PTUN Bandung pada 2004 lalu. Mereka mengklaim jika tanah di Pasteur tersebut merupakan hasil warisan.
Padahal kenyataannya tanah itu secara sah milik Itok Setiawan dengan SHM No 175/Kelurahan Sukabungah. Akibat perbuatan mereka, korban Itok Setiawan mengakibatkan kerugian mencapai Rp 1 miliar dan berdampak perekonomiannya terhenti.
Hal itu terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa (12/1/). Sidang yang dipimpin Hakim Jonlar Purba tersebut hanya menghadirkan satu terdakwa yakni Amin.
Sedangkan Oyoh tidak hadir sejak sidang dakwaan dahulu, karena memang sudah kerap sakit-sakitan dan tidak bisa jalan sempurna.
"Memohon majelis hakim untuk menyatakan Oyoh dan Amin telah terbukti menggunakan surat palsu atau dipalsukan seolah asli, dilakukan bersama-sama sesuai dengan pasal 263 ayat 2 KUHP," katanya JPU Mumuh, Selasa (12/1).
JPU mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan sebelum menuntut terdakwa. Yang memberatkan perbuatan terdakwa telah merugikan orang lain, adapun yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum.
Untuk diketahui, kasus ini sempat mencuat kepermukaan karena nenek renta dan uzur disidangkan pada Agustus lalu. Oyoh warga Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi itu didakwa telah memalsukan surat-surat tanah warisan di Jalan Pasteur seluas 1840 meter persegi.
Dalam perkara sengketa lahan masa silam ini, tidak hanya Hj Oyoh yang menjadi terdakwa, anaknya yaitu Amin Mustofa turut diadili karena turut membantu terdakwa satu memalsukan data hak milik. Terdakwa dan anaknya disebut memalsukan data saat mengajukan gugatan ke PTUN Bandung pada 2004 lalu. Mereka mengklaim jika tanah di Pasteur tersebut merupakan hasil warisan.
Padahal kenyataannya tanah itu secara sah milik Itok Setiawan dengan SHM No 175/Kelurahan Sukabungah. Akibat perbuatan mereka, korban Itok Setiawan mengakibatkan kerugian mencapai Rp 1 miliar dan berdampak perekonomiannya terhenti.
Menurut
pasal 263 ayat 2 menjelaskan bahwa “ Diancam dengan pidana yang sama , baranf
siapa dengan sengaja memakai surat palsu / yang di palsukan seolah-olah sejati
, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian “
Jadi
menurut kasus yang seperti diatas nenek Oyoh terbukti melakukan pemalsuan surat tanah dan merugikan Bapak Itok Setiawan
mencapai Rp 1 miliar yang berdampak perekonomiannya terhenti , dan anak Ibu Oyoh di tuntut selama 18 bulan ,
sedangkan Ibu Oyoh sendiri dia tidak bisa hadir di pengadilan karna kondisi
fisik yang lemah . Menurut pasal 263 jika seseorang melakukan pemalsuan surat
tanah yang dapat merugikan seseorang maka diberi hukuman selama-lamanya 6
tahun.
CONTOH
KASUS KE-2
Lintas
Jabar,TarungNews.com - Dianggap
sakit sakitan, maka Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Barita Lumban Gaol
di PN Bandung, mengadili Terdakwa Abdul Rauf menyetujui menetapkan Terdakwa
Tahanan Kota.
Harta terkadang membawa
malapetaka. Karena harta, kawan jadi lawan. Karena harta pula keluarga menjadi
berantakan. Hal tersebut terjadi pada keluarga Abdul
Kadir Djafar (alm).
Dua anaknya yang
merupakan kakak beradik harus berseteru memperebutkan harta hingga berujung di
pengadilan. Kasus Rebutan Harta tersebut mulai disidang pada Kamis (2/6/2015)
disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung.
Sang kakak, Abdul Rauf
Kadir warga Jalan Taman Pramuka no 177 Bandung, terpaksa harus menjadi
pesakitan dan duduk di kursi terdakwa karena dilaporkan oleh adiknya Abdul
Halim Kadir dan ahli waris lainnya.Perseteruan ini cukup mendapat perhatian
karena nilai harta yang diperebutkan Rp.123 M, hanya, akan dijual Rp.70 milyar
saja.
Dalam Sidang lanjutan
sengketa waris, Terdakwa Abul Rauf, kembali di gelar di ruang 3 Pengadilan
Negeri ( PN) jl RE Martadinata Bandung, di sidangkan Majelis Hakim yang
dipimpin Barita lumban gaol, dalam agenda keterangan saksi pada hari Selasa
yang baru lalu.
Jaksa Penuntut Umum (
JPU) Irwan, menghadirkan 2 orang saksi Loparida yang mengenal almarhum orang
tua terdakwa ( para ahli waris red), dan adik terdakwa Abdul Wahab yang
juga ahli waris.
Dihadapan majelis hakim
saksi Loparida menerangkan bahwa kenal dengan Almarhum ayah para ahli
waris, mengetahui dari anak-anaknya, saksipun mengetahui sebagian harta
Almarhum, terangnya.
Sementara itu Saksi
Abdul Wahab. Adik terdakwa mengetahui mengolah hotel melati, Terdakwa
pernah menjual harta warisan, Terdakwa diberi kuasa oleh ahli
waris, Saksi tidak pernah tahu bahwa Terdakwa pernah menjual Warisan ahli
waris, karena percaya, terhadap Terdakwa, Saksi tidak mengetahui penjualan
hotel melati, dan tidak tahu, Saksi mengetahui orang tuanya mempunyai saham,
karena saat rencana Halim menyampaikan usulan, Saksi menerima Giro dari Johan,
hasil penjualan warisan, yang memberikannya adalah Notaris, ujarnya.
Terdakwa Abdul Rauf,
menjadi pesakitan di PN Bandung, didakwa gara-gara harta warisan, yang tidak
bisa dijual, karena Setifikat disembunyikan Terdakwa, sebab obyek sengketa yang
terletak di Jl. Gajah Mada Jakarta senilai Rp.123 Milyar, hanya, akan dijual oleh
Terdakwa Rp.70 Milyar saja.
Akhirnya Abdul
Rauf dilaporkan adik Kandungnya Abdul halim, sementara Ibu
Kandung Kedua Bersaudara ini masih hidup dan pasrah menerima keadaan, Sidang
kembali digelar minggu depan, dengan agenda keterangan saksi saksi.
Kronologis
Sengketa Warisan.
Sidang yang dipimpin
Hakim Barita Lumban Gaol, jaksa penuntut umum membacakan dakwaan yang
menceritakan sang ayah Abdul Kadir Djafar pada 22 November 1987 meninggal dan
meninggalkan harta warisan berupa Hotel Melati di Jalan Hayam Wuruk No 1 Gambir
Jakarta Pusat seluas 3.745 meter persegi dengan luas bangunan 7000 meter
persegi. Tanah tersebut dibalik namakan menjadi PT Yasmin Interbuana Hotel.
Kemudian pada 24
November 1987 para ahli waris Abdul Kadir Djafar dikumpulkan oleh terdakwa dan
membuat pernyataan bersama yang menyebutkan harta kekayaan peninggalan almarhum
diurus bersama dan terdakwa ditunjuk yang mengurus dan pengelola harta warisan
dan menyelesaikan utang-utang peninggalan almarhum.
Namun seiring
berjalannya waktu, beberapa ahli waris keberatan karena hasil dari harta
warisan itu tidak jelas, hingga tanggal 25 September 2010 membuat surat
pemisahan dan pembagian harta warisan.
"Tanah dan
bangunan sepakat untuk dijual dan dibagikan," ujar jaksa dalam membacakan dakwaan. Kemudian tanah terjual
sebesar Rp 70 miliar dan disetujui oleh 20 orang ahli waris diantaranya Abdul
Halim Kadir, adik terdakwa.
Si pemberi Letty Johan
menyerahkan Rp 40 miliar dan sisanya diberikan setelah sertifikat
diserahkan.Sertifikat yang ada ditangan terdakwa diminta oleh Abdul Halim dan
ahli waris lainnya namun tidak juga diberikan padahal udah berkali-kali
ditagih, sehingga jual beli jadi batal dan rugi Rp 70 miliar.
Karena itulah Abdul
Halim bersama beberapa ahli waris lainnya melaporkan terdakwa ke Mabes Polri.
Terdakwa diancam pasal 372 dan 233 KUHP dengan lama hukuman 5 tahun penjara.
Atas dakwaan tersebut
Penasehat terdakwa Brian Praneda, menyatakan bahwa dakwaan jaksa tidak sesuai
fakta. Namun meski begitu, terdakwa tidak mengajukan eksepsi dan keberatan akan
dibuktikan nanti dalam persidangan dan digabungkan dalam pledoi.
Transaktual/TarungNews.com
Menurut kasus diatas terdakwa terbukti bersalah karna
menurut pasal yang disebutkan pasal 372 yang berbunyi “ Barang siapa dengan
sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan diancam karena penggelapan , dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah “ dan
Menurut pasal 233 yang berbunyi “ Barangsiapa dengan sengaja
menghancurkan, merusak, membuat tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang
yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang
berwenang, akta-akta, surat surat atau daftar-daftar yang atas perintah
penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara disimpan, atau diserahkan
kepada serang pejabat, ataupun kepada rang lain untuk kepentingan umum, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (KUHD 6, 12; Rv. 123 dst., 140
dst., 154 dst.; KUHP 92, 235, 406 dst., 417; Sv. 30.”
Sesuai pasal diatas terdakwa terbukti bersalah karna telah
memalsukan surat tanah hotel yang di warisi oleh alm Abdul Kadir Djafar.
CONTOH
KASUS KE-3
Max Sondakh dan Recky Rumondor pelapor kasus
pemalsuan dokumen dan tanda tangan atas penerbitan tanah sertifikat nomor 208,
JG alias Joice warga kelurahan Kinilow satu lingkungan I Tomohon menanggapi
pernyataan suami tersangka, Jufri Tambengi yang menyatakan antara pihak
pelapor dan terlapor tak ada hubungan kausal.
Recky Rumondor (50) warga kelurahan Ranomuut kepada
Tribun Manado merasa aneh saat dinyatakan tidak ada hubungan keluarga dengan
tersangka alias tidak ada hak terhadap tanah yang sedang dipermasalahkan.
"Ayah Jois dan Ibu saya itu kakak beradik. Aneh kalau dia (Jufri) katakan
tidak ada hubungan keluarga," ujar Recky yang juga sepupu Joice, Senin
(23/7/2012).
Dia mengungkapkan sejak kecil Joice tinggal dirumahnya.
Kalau tidak punya hubungan keluarga kenapa dirinya bisa mengenal bahkan Jefri
sempat meminjam uang kepadanya dan tidak dikembalika. Dia mengungkapkan
bagaiman Joice membeli tanah sedangkan hidupnya dahulu hanya sederhana saja.
"Dia (Joice) pinjam sertifikat tanah pada tante kami (Sintje Sondakh)
alasan mau cari tahu apakah ada sisa tanah yang belum jual oleh kakek (Yan
Gosal)," ungkap Recky.
Pelapor lainnya, Max Sondakh membantah dirinya tidak
memilih hak terhadap tanah yang teletak diringroad tersebut. Dia menyebutkan
joice mendapatkan tanah tersebit dengan menipu kakaknya. "Dia pinjam
sertifika ke kakak (Sintje Sondakh) saya katanya mau fotocopy mau
cari tanah milik kakeknya," jelas Max
Namun hingga kini sertifikat tersebut tidak dikembalikan.
Malah tandatangan kakek dan nenek mereka pewaris tanah dipalsukan seolah tanah
milik kekek buyut mereka Welem Gosal telah dijual kepadanya. "Tanah
kakeknya (Jan Gosal) saya tau sejak saya kecil telah dijual kepada beberapa
orang dari mana tanahnya," bebernya.
Sebelumnya, Jefri memprotes melalui media terkait
protes warga Kinilow lingkungan I terhadap status istrinya JG alias Joice yang
ditetapkan tersangka dan dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh
Polda Sulut. Menurutnya antara pihak pelapor dan terlapor tak ada hubungan
kausal. "Istri saya selaku terlapor, tak ada hubungan dengan pelapor. Sehingga
sangat aneh dan janggal jika istri saya dijadikan tersangka kemudian masuk
DPO," tegas Jufri pada Tribun Manado, Kamis (19//2012) sambil
menambahkan istrinya telah membeli tanah dari seluas 7,9 hektar atau 79.000 m2
pada tahun 1990 dari Jan Gosal dan membeli bagian warisan dari Carolin Gosal
dengan luas 1,4 hektar atau 14.000 m2.
Kapolda Sulut Brigjen Pol Dicky Atotoy saat dikonfimasi
melalui Kabid Humas AKBP Denny Adare terkait penetapan joice dalam Daftar
pencarian orang (DPO) melalui surat nomor: DPO/05/VII/2012/Dit Reskrimum
tertanggal 20 Juli 2012, sudah sesuai prosedur." Sah-sah saja dia
mengatakan protes itu haknya dia (Jufri) tapi nanti tunggu hasilnya di
pengadilan," terang Adare.
Adare mengatakan Joice yang telah ditetapkan
tersangka pada, Maret 2012 ini telah beberapa kali mangkir dari panggilan
penyidik unit harta benda (harda) Direktorat reserse kriminal Umum
(direskrimum) polda Sulut. Joice diduga berusaha bersembunyi dari aparat
kepolisian yang telah menetapkan penahanan terhadapnya dengan melarikan diri ke
Singapura.
Sekedar diketahui, Joice dilaporkan dua sepupunya yakni
Reky Rumondor dan Max Sondakh pada Juni 2012 atas pemalsuan dokumen dan tanda
tangan atas penerbitan tanah warisan keluarga yang terletak di kelurahan
Malendeng, Manado tepatnya di Jalan Ring road seluas 7,7 hektar, belakangan
tanah tersebut telah dijual kepada pihak lain.
Tersangka dan terlapor adalah cucu keturunan Wellem Gosal
dan Merry Gerung yang memiliki hak yang sama sebagai ahli waris. Namun tanpa
persetujuan semua ahli waris Joice melakukan pemalsuan tanda tangan untuk
mendapatkan tanah tersebut dengan bekerjasama dengan oknum lurah Malendeng
berinisial AP alias Andries, Mantan kepala Badan pertanahan Nasional (BPN)
Manado SP alias Sofyan dan stafnya RB alias Raymon.Penyidik Polda Sulut telah
menetapkan lebih dahulu Sofyan dan Raymon sebagai tersangka dilanjutkan dengan
Andries.
Sesuai
kasus diatas tersangka terbukti bersalah karna sesuai dengal pasal 263 ayat 1
dan 2 yang berbunyi pasal 1 “ Barang siapa membuat surat palsu atau
memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan
hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut
seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut
dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara
paling lama enam tahun. “ dan pasal 2 yang berbunyi “ Diancam dengan pidana
yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan
seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian”.
Sesuai pasal tersebut tersangka
dapat dijatuhkan hukuman penjara paling lama enam tahun , yang menyebabkan si
korban mengalami kerugian.
TAMBAHAN
Berikut ada beberapa langkah yang dapat mencegah
masalah hak waris yaitu :
1.
Menyepakati Hukum Waris yang Akan Digunakan
Sebagaimana telah kami sampaikan dalam artikel yang lain, di Indonesia
dikenal 3 sistem hukum waris yaitu hukum waris perdata, hukum Islam dan Hukum
adat. Mengapa hal ini penting untuk disepakati? Karena perbedaan pilihan hukum
yang digunakan akan berdampak pula pada berbedanya pembagian warisan. Terutama
mengenai siapa saja yang berhak sebagai ahli waris dan besaran bagiannya.
2.
Menentukan Harta Warisan Pewaris
Adapun yang dimaksud harta warisan yaitu meliputi hak dan kewajiban
pewaris. Kewajiban yaitu utang-utang pewaris kepada pihak ketiga yang sebaiknya
diselesaikan terlebih dahulu dengan menggunakan harta warisan yang ada.
Sehingga setelah seluruh utang-utang pewaris diselesaikan, sisa harta warisan
dapat dibagikan kepada ahli waris yang berhak.
3.
Menentukan Ahli Waris dari Pewaris
Seluruh keluarga terdekat dari pewaris harus sepakat dalam menentukan siapa
saja yang berhak untuk memperoleh harta peninggalan pewaris. Dengan kata lain
menentukan ahli waris dari pewaris, karena tidak seluruh keluarga yang
ditinggalkan berhak memperoleh warisan.
Hal ini berkaitan erat dengan hukum waris yang telah disepakati di awal.
Aturan mengenai siapa saja yang berhak tampil sebagai ahli waris menurut hukum
Islam dan perdata barat berbeda. Hal tersebut berkaitan dengan adanya
penggolongan ahli waris dari masing-masing hukum waris tersebut.
4.
Menghitung Bagian Perolehan Ahli Waris
Setelah mengetahui siapa saja yang berhak tampil menjadi ahli waris, maka
selanjutnya menentukan besarnya bagian dari masing-masing ahli waris tersebut.
Sebagai contoh, telah disepakati yang berhak untuk menjadi ahli waris dari
pewaris (ayah) yaitu jandanya, 2 orang anak perempuan dan 1 anak laki-laki.
Lalu berdasarkan kesepakatan bersama seluruh ahli waris disepakati akan
dilakukan pembagian berdasarkan hukum perdata barat. Sehingga seluruh ahli
waris (janda dan anak-anak) akan memperoleh bagian yang sama besar.
5.
Membuat Kesepakatan Pembagian Waris
Setelah hal-hal tersebut di atas telah disepakati bersama maka, langkah
selanjutnya yaitu menuangkan kesepakatan tersebut dalam bentuk perjanjian. Agar
kesepakatan tersebut memiliki kekuatan hukum yang sempurna dan mengikat pihak
ketiga maka sebaiknya dibuat dalam bentuk akta notaris.
Lalu bagaimana jika tidak tercapai kesepakatan antar seluruh ahli waris?
Maka satu atau beberapa ahli waris dapat mengajukan gugatan waris ke pengadilan
sesuai dengan kompetensinya.